Senin, 30 September 2013

TERPENOID: Penentuan Struktur Terpenoid dan Hubungan Struktur dan Kereaktifan Terpenoid

Terpenoid merupakan bentuk senyawa dengan keragaman struktur yang besar dalam produk alami yang diturunkan dari unit isoprena (C5) yang bergandengan dalam model kepala ke ekor (head-to-tail), sedangkan unit isoprena diturunkan dari metabolisme asam asetat oleh jalur asam mevalonat (mevalonic acid : MVA). Adapun reaksinya adalah sebagai berikut (Anonim, 2006). Senyawa ini memiliki gugus hidroksi pada atom C21 dengan titik lelehnya 265_-266_C, dan dari berat molekul 440, rumus molekul yang diduga adalah C30H48O2.
Berdasarkan klasifikasi terpenoid, sebagian besar terpenoid mengandung atom karbon yang jumlahnya merupakan kelipatan lima. Penyelidikan kimia selanjutnya menunjukkan bahwa sebagian besar terpenoid mempunyai kerangka karbon yang dibangun oleh dua atau lebih unit C-5 ini dinamakan karena kerangka karbonnya sama seperti isopren.
Penyelidikan yang lebih seksama lagi mengenai struktur molekul terpenoid telah mengungkapkan bagaimana unit-unit isoprene tersebut saling berkaitan secara teratur, dimana “kepala” dari unit yang satu berkaitan dengan “ekor” dari unit lain. Cara penggabungan “kepala ke ekor” dari unit-unit isoprene dapat dilihat pada gambar dibawah ini. 
Pada gambar diatas dapat dijelaskan bahwa kaidah ini merupakan cirri khas dari sebagian besar terpenoid sehingga dapat digunakan sebagai hipotesa dalam menentukan struktur terpenoid. Tetapi pada beberapa monoterpen tidak mengikuti kaidah isoprene.
Sebagian besar terpenoid mempunyai kerangka karbon yang dibangun oleh dua atau lebih unit C-5 yang disebut isopren. Klasifikasi terpenoid ditentukan dari unit isopren atau unit C-5 penyusun senyawa tersebut. Senyawa umum biosintesa terpenoid dengan terjadinya 3 reaksi dasar, yaitu:
  1. Pembentukan isoprene aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat. 
  2. Penggabungan senyawa dan ekor dua unit isopren akan membentuk mono-, seskui-, di-, sester-, dan poli-terpenoid. 
  3. Pengabungan ekor dan ekor dari unit C15 atau C20 menghasilkan terpenoid atau steroid.
Senyawa terpenoid dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Nama
Rumus
Sumber
Monoterpen
C10H16
Minyak Atsiri
Seskuiterpen
C15H24
Minyak Atsiri
Diterpen
C20H32
Resin Pinus
Triterpen
C30H48
Saponin, Damar
Tetraterpen
C40H64
Pigmen, Karoten
Politerpen
(C5H8)n  n  8
Karet Alam
Monoterpen
Monoterpeoid merupakan senyawa essence dan memiliki dan memiliki bau yang spesifik yang dibangun oleh 2 unti isopren atau dengan jumlah atom karbon 10. Lebih dari 1000 jenis senyawa monoterpenoid telah diisolasi dari tumbuhan tingkat tinggi, binatang laut, serangga, dan jenis vertebrata dan struktur senyawanya telah diketahui.
Struktur dari senyawa monoterpenoid yang telah dikenal merupakan perbedaan dari 38 jenis kerangka yang berbeda, sedangkan prinsip dasar penyusunannya tetap sebagai penggabungan kepala dan ekor dari 2 unit isoprene. Struktur monoterpenoid dapat berupa rantai terbuka dan tertutup atau siklik. Senyawa monoterpenoid banyak dimanfaatkan sebagai antiseptik, ekspektoran, spasmolotik, dan sedatif. Disamping itu monoterpenoid yang sudah banyak dikenal banyak dimanfaatkan sebagai bahan pemberi aroma makanan dan parfum dan ini banyak digunakan komersial dalam perdagangan.
Dari segi biogenetik, perubahan geraniol nerol dan linaol dari salah satu menjadi yang lain berlangsung sebagai akibat reaksi isomerisasi. Ketiga alkohol ini yang berasal dari hidrolisa geranil pirofosfat (GPP) dapat menjadi reaksi-reaksi sekunder, misalnya dehidrasi menghasilkan mirsen, oksidasi menghasilkan sitral dan oksidasi reduksi menghasilkan sitronelal.
Peubahan GPP in vivo menjadi senyawa-senyawa monoterpen siklik dari segi biogenetic disebabkan reaksi siklisasi yang diikuti oleh reaksi-reaksi sekunder. Senyawa seperti monoterpenoid mempunyai kerangka karbon yang banyak variasinya. Oleh karena itu penetapan struktur merupakan hal yang penting. Jenis kerangka karbon monoterpenoid antara lain dapat ditetapkan oleh reaksi dehidrogenasi menjadi senyawa aromatik. Penetapan struktur selanjutnya adalah melalui penetapan gugus fungsi dari senyawa yang bersangkutan.
Seskuiterpen

Seskuiterpenoid merupakan senyawa terpenoid yang dibangun oleh 3 unit isoprene yang terdiri dari kerangka unit asiklik atau bisiklik dengan kerangka naphtalen. Senyawa terpenoid mempunyai boiaktifitas yang cukup besar, diantaranya sebagai antifeedant, hormone, antimikroba, antibiotic dan toksin sebagai regulator pertumbuhan tanaman dan pemanis.
Senyawa-senyawa seskuiterpen diturunkan dari cis-farnesil pirofosfat dan trans farnesil piropospat melaului reaksi siklisasi dan reaksi sekunder lain. Kedua isomer farnesil piropospat ini dihasilkan dari melalui mekanisme yang sama seperti isomerisasi abtara geranil dan nerol.
Diterpen
Diterpenoid merupakan senyawa yang mempunyai 20 atom karbon yang dibangun oleh 4 unti isoprene. Senyawa ini mempunyai bioaktifitas yang cukup luas yaitu sebagai hormone pertumbuhan tanaman, podolakton inhibitor pertumbuhan tanaman, antifeedant serangga, inhibitor tumor, senyawa pemanis, abtifouling dan anti karsinogenik. Senyawa diterpenoid dapat membentuk asiklik, bisiklik, trisiklik, dan tetrasiklik. Tata nama yang digunakan merupakan tata nama trivial. 
Politerpen
Terpenoid tidak teratur


HUBUNGAN STRUKTUR  DAN KEREAKTIFAN TERPENOID DARI RIMPANG JAHE TERHADAP PENYAKIT SERANGAN JANTUNG DAN STROKE
Terpenoid merupakan komponen penyusun minyak atsiri. Terpenoid secara luas tersebar di alam, sebagian besar ditemukan di tumbuhan tingkat tinggi. Terpenoid terdiri atas beberapa senyawa antara lain minyak atsiri yang tersusun atas monoterpenoid, seskuiterpenoid yang mudah menguap; Triterpenoid yang sukar menguap; Triterpenoid dan steroid yang tidak menguap dan pigmen karetonoid.                         
Jahe adalah tanaman rimpang yang sangat populer sebagai rempah-rempah dan bahan obat. Rimpangnya berbentuk jemari yang menggembung di ruas-ruas tengah. Rasa dominan pedas disebabkan senyawa keton bernama zingeron. Selain zingeron, juga ada senyawa oleoresin (gingerol, shogaol), senyawa paradol yang turut menyumbang rasa.
Jahe merupakan rimpang dari tanaman bernama ilmiah Zingiber Officinale Roscoe.
Jahe sering kita temui sehari-hari. Banyak manfaat yang kita dapat dari penggunaan jahe. Diantaranya sebagai bumbu masak, pemberi aroma, dan rasa pada roti, kue, biscuit, kembang gula, serta berbagai minuman (bandrek, sekoteng, dan sirup). Jahe juga dapat digunakan pada obat tradisional sebagai obat sakit kepala, obat batuk, masuk angin,untuk mengobati gangguan pada saluran pencernaan, stimulansia, diuretik, rematik, menghilangkan rasa sakit, obat antimual dan mabuk perjalanan, karminatif (mengeluarkan gas dari perut), kolera, diare, sakit tenggorokan, difteria, neuropati, sebagai penawar racun ular dan sebagai obat luar untuk mengobati gatal digigit serangga, keseleo, bengkak serta memar. Kandungan senyawa dalam jahe ada 2 golongan senyawa berdasarkan kemudahan menguap, yaitu golongan senyawa volatil (mudah menguap) dan golongan non-volatil. Senyawa yang menyebabkan pedas diatas merupakan senyawa non-volatil.
Jika kita menumbuk seruas jahe, maka akan timbul aroma khas yang kuat, dan jika kita hirup akan memberi suasana hangat di hidung kita. Aroma khas ini berasal dari minyak atsiri yang terkandung didalamnya. Minyak astiri merupakan senyawa volatil atau mudah menguap, sehingga baunya tercium oleh hidung kita. Minyak ini juga menyebabkan rasa jahe yang khas. Minyak atsiri dalam jahe merupakan gabungan dari senyawa terpenoid yang terdiri dari senyawa-senyawa seskuiterpena, zingiberena, bisabolena, sineol, sitral, zingiberal (ada yang menyebut zingiberol, tapi keduanya adalah senyawa berbeda; zingiberal mengandung gugus aldehid, sedangkan zingiberol mengandung gugus hidroksida,-OH), felandren (phellandrena),borneol, sitronellol, geranial, linalool, limonene, kamfena. Minyak atsiri yang terkandung dalam jahe antara 1 sampai 3 %. Jahe menghambat agregasi platelet sehingga dapat mencegah serangan jantung dan stroke (Srivastava, et al, 1964). Pemberian jahe terhadap pasien dengan penyakit arteri koroner menyebabkan pasien tersebut menghasilkan penurunan dalam agregasi platelet (Bordia, A, 1997). Tingginya kandungan mineral ini dalam jahe membuat jahe cocok sebagai obat kejang otot, depresi, hipertensi, lemah otot, kebingungan, perubahan kepribadian, mual, kekurangan koordinasi dan penyakit gastrointestinal. Tingginya kandungan potassium dalam jahe akan melindungi tubuh dari kedinginan, kelumpuhan, sterilitas, kelemahan otot, lesu mental, kebingungan, kerusakan ginjal dan kerusakan hati.

PERMASALAHAN:
  1. Pada gambar diatas dapat dijelaskan bahwa kaidah ini merupakan ciri khas dari sebagian besar terpenoid sehingga dapat digunakan sebagai hipotesa dalam menentukan struktur terpenoid. Tetapi pada beberapa monoterpen tidak mengikuti kaidah isoprene. jelaskan monoterpenoid yang mana yang tidak mengikuti kaidah terpenoid ? dan Apa alasan senyawa tersebut tidak mengikutinya ?
  2. Pada artikel di atas dikatakan bahwa bagian gugus dari senyawa terpenoid pada jahe dapat menjadi obat untuk menurunkan agregasi platelet sehingga dapat mencegah serangan jantung dan stroke. Yang menjadi permasalahan saya, bagaimana keterkaitan struktur dan kereaktifan dari terpenoid tersebut sehingga dapat mempengaruhi penurunan agregasi platelet?

Rabu, 25 September 2013

TERPENOID: ISolasi Senyawa Turunan TERPENOID dari Fraksi n-Heksan (Momordica charantia)

I.       PENDAHULUAN
Dalam tumbuhan biasanya terdapat senyawa hidrokarbon dan hidrokarbon teroksigenasi yang merupakan senyawa terpenoid. Kata terpenoid mencakup sejumlah besar senyawa tumbuhan, dan istilah ini digunakan untuk menunjukkan bahwa secara biosintesis semua senyawa tumbuhan itu berasal dari senyawa yang sama. Jadi, semua terpenoid berasal dari molekul isoprene CH2==C(CH3)─CH==CH2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan 2 atau lebih satuan C5 ini. Kemudian senyawa itu dipilah-pilah menjadi beberapa golongan berdasarkan jumlah satuan yang terdapat dalam senyawa tersebut, 2 (C10), 3 (C15), 4 (C20), 6 (C30) atau 8 (C40).
Momordica charantia banyak digunakan sebagai obat diberbagai negara berkembang seperti, Brasil, Cina, Kolombia, Kuba, Ghana, Haiti, India, Panama,dan Peru. Pengunaan Momordica charantia yang paling umum pada negara-negara tersebut adalah sebagai obat penyakit diabetes, jantung dan sakit perut. Di daerah tropis Momordica charantia digunakan sebagai pengobatan luka, obat luar maupun diminum untuk menghindari infeksi dari cacing dan parasit.
Dengan berbagai khasiatnya banyak penelitian ilmiah yang mengkaji buah pahit ini dari aspek farmakologisnya, tumbuhan ini juga telah dikaji secara intensif dari aspek fitokimianya. Momordica charantia mengandung senyawa metabolit sekunder diantaranya adalah senyawa metabolit sekunder turunan terpenoid, floavonoid dan steroid. Senyawa-senyawa metabolit sekunder tersebut berupa glikosida ataupun aglikon. Selain senyawa metabolik sekunder momordica charantia pun mengandung senyawa fenolik seperti polifenol; senyawa asam lemak yaitu asam butirat, asam palmitat, asam linoleat dan asam stearat; serta mengandung protein.
II.    POKOK PEMBAHASAN
A.       Isolasi Bioaktif / Metabolit Sekunder
B.       Pemurniaan / Purification
C.       Elusidasi / Penentuan Struktur
D.       Uji Bioaktifitas
III. PEMBAHASAN
A.       Isolasi Bioaktif / Metabolit Sekunder
Untuk mengisolasi suatu senyawa kimia yang berasal dari bahan alam hayati pada dasarnya menggunakan metode yang sangat bervariasi, seperti yang diaplikasikan dalam proses industri. Metode pengempaan digunakan pada senyawa katecin dari daun gambir juga isolasi CPO dari buah kelapa sawit.
Metode ini umum digunakan karena senyawa organik yang diperoleh dengan kuantitas yang cukup banyak. Tetapi berbeda dengan senyawa bahan alam hasil proses metabolit sekunder lainnya yang pada umumnya dengan kandungan yang relatif kecil, maka metode-metode dalam proses industri tersebut tidak dapat digunakan.
Berdasarkan hal diatas maka metode yang umum dalam isolasi senyawa metabolit sekunder dapat digunakan. Metode standar laboratorium dengan kuantitas sampel terbatas dan perlunya menentukan metode yang paling sesuai dengan maksud tersebut.
Dari identifikasi awal, maka dapat diamati kandungan senyawa dari tumbuhan sehingga untuk isolasi dapat diarahkan pada suatu senyawa yang lebih dominan dan salah satu usaha mengefektifkan isolasi senyawa tertentu maka dapat dimanfaatkan pemilihan pelarut organik yang akan digunakan pada isolasi tersebut, dimana pelarut polar akan lebih mudah melarutkan senyawa polar dan sebaliknya senyawa non polar lebih mudah larut dalam pelarut non polar.[1]
1.        Identifikasi Kandungan Kimia
Sebelum melakukan isolasi terhadap suatu senyawa kimia yang diinginkan dalam suatu tumbuhan maka perlu dilakukan identifikasi pendahuluan kandungan senyawa metabolit sekunder yang ada pada masing-masing tumbuhan, sehingga dapat diketahui kandungan senyawa yang ada secara kualitatif dan mungkin juga secara kuantitatif golongan senyawa yang dikandung oleh tumbuhan tersebut. untuk tujuan tersebut maka diperlukan metoda persiapan sampel dan metoda identifikasi pendahuluan dari senyawa metabolit sekunder, yaitu untuk mengetahui adanya Senyawa Alkaloid dan Senyawa Terpenoid, steroid, fenolik, flavonoid dan saponin.
2.        Ekstraksi dan fraksinasi
Secara umum ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari seluruh bagian tunbuhan seperti bunga, buah, daun, kulit batang dan akar menggunakan sistem maserasi menggunakan pelarut organik polar seperti metanol. Beberapa metode ekstraksi senyawa organik bahan alam yang umum digunakan antara lain: Maserasi, Perkolasi, Sokletasi, Destilasi Uap, Pengempaan.
Buah pare dipisahkan dari biji dan dikeringkan, kemudian diblender menjadi serbuk, diekstrak menggunakan pelarut methanol sebanyak 3X1 liter, kemudian filtrate disaring menggunakan corong Buchner, lalu dipekatkan menjadi setengah volume awal. Ekstrak methanol yang telah dipekatkan difraksinasi berturut-turut dengan heksan 3X50 mL dan etil asetat 3x10 mL setiap kali kali ekstraksi.
Sehingga diperoleh fraksi heksan etil asetat dan methanol sisa. Masing-masing fraksi dipekatkan menggunakan alat rotary evaporator. Dari tahap fraksinasi tersebut diperoleh fraksi heksan (4,1 gram; 8,2%), fraksi etil asetat (54 gram; 42,9 %), dan fraksi methanol-air (18 gram; 36%).[2]
B.       Pemurniaan / Purification
Proses pemisahan dan pemurnian bertujuan untuk mendapatkan senyawa murni dari fraksi yang ada. Dimana dalam hal ini difokuskan pada pemisahan dan pemurnian fraksi senyawa n-heksana saja.  Dalam proses pemisahan dan pemurnian ini di lakukan dengan metode kromatografi kolom tetapi sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu analisis dilakukan dengan kromatografi lapis tipis.
Pemisahan pertama dilakukan dengan menggunakan KVC, pelarut yang digunakan merupakan pelarut organik yang ditingkatkan kepolarannya secara gradien. Pada pemisahan ini digunakan pelarut n-heksan dan etil asetat. Berdasarkan analisa kromatogram KLT fraksi heksana pada eluen heksana dan etil asetat dengan beberapa komposisi perbandingan maka KVC dilakukan dengan beberapa perbandingan yaitu 100% n-heksan sebanyak 2 kali :24:1 sebanyak 3 kali : 21 : 4 sebanyak 4 kali ; 18:7 sebanyak 2 kali; 15 :10 sebanyak 2 kali ; 9:16 sebanyak 2 kali; 6:19 sebanyak 2 kali; 3:22 sebanyak 2 kali dan 100% asetat sebanyak 2 kali dengan volume 50 mL setiap kali elusi. KVC fraksi heksan dengan massa 4,1 gram menghasilkan 22 fraksi.
Fraksi yang memiliki pola kromatogram yang sama digabungkan hingga mendapatkan 5 fraksi gabungan. Massa dari masing-masing fraksi tersebut adalah fraksi A (1-4) sebanyak 838 mg, fraksi B (5) sebanyak 1.082 mg, fraksi C (6-7) sebanyak 1.017 mg, fraksi D dan E (8-17) sebanyak 82 mg dan fraksi F (128-22) sebanyak 91 mg. Fraksi-fraksi gabungan dianalisis dengan KLT menggunakan eluen heksana : etil asetat dengan perbandingan 6 : 4.
Analisa kromatogram 24 fraksi yang diperoleh dari hasil KVC dapat digabungkan berdasarkan kesamaan Rf menjadi 8 fraksi. Massa masing-masing fraksi tersebut adalah fraksi C1 (1-6) sebanyak 15 mg, C7 (7) sebanyak 15 mg, C2 (8-10) sebanyak 126 mg, C11 ( 11)sebanyak 117 mg, C3 (12-14) sebanyak 149 mg, C4 (15-19) sebanyak 188 mg, C20 (20) sebanyak 59 mg dan C5 (21-24) sebanyak 207 mg.
Hasil penggabungan fraksi dalam C2 dan C11 berbentuk kristal. Rekristalisasi dilakukan dengan melarutkan fraksi kristal dengan metanol panas yang kemudian didinginkan. Setelah didinginkan terbentuk kristal yang tidak larut di dialam metanol. Kristal tersebut dipisahkan dengan menggunkan kertas saring. Dengan menggunakan teknik pemurnian rekristalisasi pada kedua difraksi tersebut didapat beberapa fraksi kristal. Fraksi- fraksi  tersebut diuji kemurniannya dengan KLT dan dilihat pula kromtogramnya untuk mengetahui senyawa yang sama atau tidak pada hasil kemurnian dengan rekristalisasi tersebut. Dari fraksi-fraksi hasil diperoleh fraksi murni yakni C2 – 1 dan C11-2. Hasil rekritalisasi kedua fraksi tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan FT-IR dan NMR.[3]
 
C.       Elusidasi / Penentuan Struktur
1.      Penentuan Sruktur Senyawa
-          Analisis Spektrum IR
Pada fraksi C2-1, spectrum IR yang dihasilkan menunjukkan adanya pita serapan gugus fungsi OH pada bilang gelombang 3423,4 cm-1 ; vibrasi ulur C-H sp3 pada bilangan gelombang 2933,5 cm-1 dan 2852,5 cm-1 ; C=C pada bilangan gelombang 1627,9 cm-1 ; vibrasi tekuk CH3 pada bilangan gelombang 1449,4 cm-1. Bilangan gelombang tersebut menunjukkan bahwa senyawa pada fraksi C2-1 merupakan senyawa alifatik.
Pada fraksi C11-2, spectrum IR yang dihasilkan menunjukkan adanya pita serapan gugus fungsi OH pada bilang gelombang 3433,1 cm-1 ; vibrasi ulur C-H sp3 pada bilangan gelombang 2922,0 cm-1 dan 2852,5 cm-1 ; C=C pada bilangan gelombang 1627,8 cm-1 ; vibrasi tekuk CH3 pada bilangan gelombang 1382,9 cm-1 ; C-O pada bilangan gelombang 1041,5 cm-1. Bilangan gelombang tersebut menunjukkan bahwa senyawa pada fraksi C11-2 merupakan senyawa alifatik dan tidak terglukasi karena tidak menunjukkan adanya pelebaran puncak OH yang menandakan senyawa yang terglukasi.
Dari hasil pengukuran IR pada kedua fraksi, dapat diduga kedua fraksi terdapat senyawa yang sama, berdasarkan spectrum pada kedua senyawa terdapat gugus-gugus yang sama dengan hal ini menunjukkan kedua fraksi memiliki pola kromatogram yang mirip.
-          Analisis Spektrum NMR
Analisis spectrum NMR 1H
Analisis spectrum NMR 1H terhadap fraksi  C11-2 dan C2-1 dilakukan untuk mengetahui gambaran berbagai jenis atom hydrogen dalam molekul. Spectrum NMR 1H senyawa dari fraksi C2-1 dan C11-2 memperlihatkan pada geseran 0,51-2,27 ppm merupakan sinyal untuk H yang terikat dengan karbon sp3. Pada geseran sekitar 3,34 ppm merupakan sinyal untuk H yang terikat dengan C heteroatom atau lebih spesifik dengan C metoksil (C-O). dan pada geseran 4,63-5,15 ppm merupakan sinyal untuk H yang terikat dengan C ikatan rangkap. Dari spectrum ini dapat disimpulkan bahwa senyawa yang berhasil di isolasi merupakan senyawa alifatik dengan ikatan rangkap, memilki ikatan heteroatom, dan tidak memilkii gugus karbonil.
Analisis Spektrum NMR 13C
Analisis spectrum NMR 13C dimaksudkan untuk menentukan kerangka karbon yang dimilki oleh senyawa. Pada spectrum ini dapat diketahui jumlah karbon dan jenis karbonnya (metal, metilen, metin, atau karbon quartener).
Spectrum NMR 13C Decopling
Spectrum ini menunjukkan seluruh karbon yang terdapat di senyawa dengan menghilangkan pengaruh atom tetangga (decopling) akan tetapi pada spectrum ini tidaka ada pembeda untuk jenis karbonnya. Pada pengukuran NMR 13C terlihat geseran spectrum dimulai dari geseran 11,8-147,70. Perhitungan jumlah karbon berdasarkan analisis spekrum ini didapat jumlah karbon senyawa pada fraksi C2-1 adalah 30.[4]
 
D.       Uji Bioaktifitas
Dipermukaan bumi ini terdapat ratusan ribu spesies yang masing-masing berpotensi mengandung metabolit sekunder yang unik. Dengan demikian jumlah senyawa metabolit sekunder pun menjadi sangat banyak. Di antaranya ada yang mempunyai aktifitas biologis dan ada pula yang tidak aktif biologis.  
Untuk penapisan senyawa berkhasiat dari sumber alam maupun dari bahansintetik  yang jumlahnya ribuan diperlukan suatu metode penapisan yang cepat dan akurat. Untuk mempersempit jumlah bahan yang akan ditapis secara bioassay bisa juga dilakukan penapisan etnofarmasi terlebih dahulu. Dalam hal ini bahan yang akan diuji hanyalah yang secara tradisional digunakan oleh masyarakat sebagai obat. 
Penemuan bahan berkhasiat dari bahan alam maupun dari perpustakaan senyawa yang dihasilkan dari program "Combinatorial Chemistry" memerlukan teknologi penapisan senyawa khasiat dan teknologi isolasi dengan tuntunan uji bioekatifitas. Bioassay bisa dilakukan in vivo maupun in vitro. Tetapi untuk penapisan senyawa dengan aktifitas tertentu diperlukan suatu bioassay yang sederhana dan cepat sehingga dapat menapis banyak senyawa dalam waktu yang lama dan tidak memerlukan banyak biaya. Untuk penapisan bahan khasiat, dilakukan dengan dua kelompok assay yaitu selular dan molekular assay. Uji bioaktifitas selular menggunakan sel utuh dengan target random yaitu apa saja yang menghambat pertumbuhan sel. Sedangkan uji bioaktifitas molekuler menggunakan sistem terisolasi seperti enzim, reseptor, DNA dan lain-lain dengan target subseluler tunggal.
Dalam hal ini bioassay terhadap senyawa bahan alam dilakukan dengan mengukur daya hambat senyawa terhadap aktifitas enzim farnesil transperase. Prosedur  bioassay dari senyawa alam maupun sintetis sangat tergantung pada aktifitas biologis apa yang dicari atau ditapis dari perpustakaan senyawa yang ada.   Bioassay sangat murah, mudah dan cepat merupakan pilihan untuk menapis senyawa bahan alam, baik penapisan esktrak kasar maupun dalam penapisan fraksi-fraksi sewaktu isolasi, diantaranya adalah : 
1.      Aktivitas racun terhadap ikan (Piscidal Activity). Salah satu bioassay berdasarkan brine shrimp bioassay. Tumbuhan yang mempunyai aktititas racun bagi ikan juga ditemukaan mempunyai aktifitas lain seperti insektisida,  inhibitor pertumbuhan tumbuhan, co-karsinogen atau irritant. Dalam hal ini, aktifitas piscidal merupakan marker yang berguna untuk bioaktifitas lainnya.
2.       Aktifitas untuk menghambat pertumbuhaaan mikroba seperti pada uji antimikroba dan anti jamur. Bioassay untuk anti mikroba dapat dilakukan dengan menguji daya hambat pertumbuhan mikroba dalam medium padat oleh senyawa yang diuji dan menguji daya hambat senyawa uji terhadap enzim  yang berfungsi dalam sintesis protein, DNA atau dinding sel. Metoda yang  paling sederhana adalah dengan melakukan uji daya hambat senyawa uji terhadap pertumbuhan mikroba tersebut pada medium padat.
3.      Uji Antifeedant untuk mendeteksi dan mengisolasi senyawa metabolit sekunder tumbuhan yang bersifat aktif biologis terhadap Serangga. ekstrak tumbuhan yang diuji ditambahkan kedalam makanan serangga, kemudian beberapa jenis serangga uji diberi makan dengan diet yang telah dicampur dengan ekstrak uji dan kemudian serangga tersebut dianalisa.[5]
IV. KESIMPULAN
Hasil penelitian, isolasi dan karakterisasai senyawa turunan terpenoid dari fraksi n-heksan Momordica charantia diperoleh senyawa murni yaitu fraksi C2-1 (24 mg) dan C11-2 (9 mg), yang memiliki karakter antara lain yaitu merupakan senyawa alifatik yang memiliki ikatan rangkap (C=C) dan memiliki gugus OH. Dengan membandingkan data antara hasil pengukuran dan pendekatan etnobotani, senyawa yang berhasil diisolasi tersebut memiliki jenis kerangka triterpen aglikon kukurbitan yang tidak memiliki gugus karbonil.
PERMASALAHAN:
Dari hasil isolasi senyawa turunan terpenoid dari Fraksi n-Heksan (Momordica charantia) pada artikel di atas dinyatakan bahwa senyawa yang berhasil diisolasi tersebut memiliki jenis kerangka triterpen aglikon kukurbitan yang tidak memiliki gugus karbonil. Yang menjadi permasalahannya, mengapa bisa diperoleh senyawa yang tidak memiliki gugus karbonil. Sedangkan terpenoid itu sendiri tersusun atas gugus-gugus hidroksil, karbonil serta gugus fungsi lainnya?