Senyawa flavonoid yang tidak tahan panas, selain itu senyawa flavonoid mudah teroksidasi pada suhu yang tinggi.
Isolasi flavonoid umumnya dilakukan
dengan metode ekstraksi, yakni dengan cara maserasi atau sokletasi menggunakan
pelarut yang dapatmelarutkan flavonoid. Flavonoid pada umumnya larut dalam
pelarutpolar, kecuali flavonoid bebas seperti isoflavon, flavon, flavanon,dan
flavonol termetoksilasi lebih mudah larut dalam pelarut semipolar. Oleh karena
itu pada proses ekstraksinya, untuk tujuanskrining maupun isolasi, umumnya
menggunakan pelarut methanol atauetanol. Hal ini disebabkan karena pelarut ini
bersifat melarutkan senyawa–senyawa mulai dari yang kurang polar sampai dengan
polar. Ekstrak methanol atau etanol yang kental, selanjutnya
dipisahkankandungan senyawanya dengan tekhnik fraksinasi, yang
biasanyaberdasarkan kenaikan polaritas pelarut (Monache, 1996).
Senyawa
flavonoid diisolasi dengan tekhnik maserasi,mempergunakan poelarut methanol
teknis. Ekstraksi methanol kental kemudian dilarutkan dalam air. Ekstrak
methanol–air kemudian difraksinasi dengan n-heksan dan etil asetat.
Masing–masing fraksiyang diperoleh diuapkan, kemudian diuji flavonoid. Untuk
mendeteksiadanya flavonoid dalam tiap fraksi, dilakukan dengan
melarutkansejumlah kecil ekstrak kental setiap fraksi kedalam etanol.Selanjutnya
ditambahkan pereaksi flavonoid seperti : natriumhidroksida, asam sulfat pekat,
bubuk magnesium–asam klorida pekat,atau natrium amalgam–asam klorida pekat. Uji
positif flavonoidditandai dengan berbagai perubahan warna yang khas setiap
jenisflavonoid (Geissman, 1962).
Metode yang biasa digunakan dalam mengisolasi senyawa flavonoid adalah dengan
mengekstrak jaringan segar dengan metanol. Terhadap bahan yang telah dihaluskan,
ekstraksi dilakukan dalam dua tahap. Pertama dengan metanol:air (9:1)
dilanjutkan dengan metanol:air (1:1) lalu dibiarkan 6-12 jam. Penyaringan
dengan corong buchner, lalu kedua ekstrak disatukan dan diuapkan hingga 1/3
volume mula-muIa, atau sampai semua metanol menguap dengan ekstraksi
menggunakan pelarut heksan atau kloroform (daIam corong pisah) dapat dibebaskan
dari senyawa yang kepolarannya rendah, seperti lemak, terpen, klorofil,
santifil.
Cara lain yang dapat dipakai untuk
pemisahan adalah ekstraksi cair-cair, kromatografi kolom, kromatografi lapis
tipis dan kromatografi kertas. Isolasi dan pemurnian dapat dilakukan dengan
kromatografi lapis tipis atau kromatografi kertas preparatif dengan
pengembangan yang dapat memisahkan komponen paling baik (Harborne, 1987). Flavonoid
(terutama glikosida) mudah mengalami degradasi enzimatik ketika dikoleksi dalam
bentuk segar. Oleh karena itu disarankan koleksi yang dikeringkan atau dibekukan. Ekstraksi
menggunakan solven yang sesuai dengan tipe flavonoid yg dikehendaki. Polaritas
menjadi pertimbangan utama. Flavonoid kurang polar (seperti isoflavones,
flavanones, flavones termetilasi, dan flavonol) terekstraksi dengan chloroform,
dichloromethane, diethyl ether, atau ethyl acetate, sedangkan flavonoid
glycosides dan aglikon yang lebih polar terekstraksi dengan alcohols atau
campuran alcohol air. Glikosida meningkatkan kelarutan ke air dan alkohol-air.
Flavonoid dapat dideteksi dengan berbagai pereaksi, antara lain:
a.
Sitroborat
b.
AlCl3
c.
NH3
Sebelum melakukan suatu isolasi
senyawa, maka yang dilakukan adalah ekstraksi terlebih dahulu.
Ada beberapa
jenis isolasi pada flavonoid, di antaranya sebagai berikut :
1. Isolasi
Dengan Charaux Paris
Serbuk tanaman diekstraksi dengan metanol,lalu diuapkan sampai kental dan
ekstrak kental ditambah air panas dalam volume yang sama, Ekstrak air encer
lalu ditambah eter, lakukan ekstraksi kocok, pisahkan fase eter lalu uapkan
sampai kering yang kemungkinan didapat bentuk bebas. Fase air dari hasil
pemisahan ditambah lagi pelarut etil. asetat diuapkan sampai kering yang
kemungkinan didapat Flavonoid O Glikosida. Fase air ditambah lagi pelarut n -
butanol, setelah dilakukan ekstraksi, lakukan pemisahan dari kedua fase
tersebut. Fase n-butanol diuapkan maka akan didapatkan ekstrak n - butanol yang
kering, mengandung flavonoid dalam bentuk C-glikosida dan leukoantosianin. Dari
ketiga fase yang didapat itu langsung dilakukan pemisahan dari komponen yang
ada dalam setiap fasenya dengan mempergunakan kromatografi koLom. Metode ini
sangat baik dipakai dalam mengisolasi flavonoid dalam tanaman karena dapat
dilakukan pemisahan flavonoid berdasarkan sifat kepolarannya.
2. Isolasi
dengan beberapa pelarut.
Serbuk kering diekstraksi dengan kloroform dan etanol, kemudian ekstrak yang
diperoleh dipekatkan dibawah tekanan rendah. Ekstrak etano lpekat dilarutkan dalam
air lalu diekstraksi gojog dengan dietil eter dan n-butanol, sehingga dengan
demikian didapat tiga fraksi yaitu fraksi kloroform, butanol dan dietil eter.
PERMASALAHAN:
1. Dari permasalahan di atas diketahui bahwa isolasi suatu senyawa flavonoid itu dilakukan dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Bagaimana cara kita mengetahui pelarut-pelarut apa saja yang sesuai untuk isolasi dan pemurnian senyawa flavonoid dan aturan apa saja yang harus dipenuhi oleh suatu pelarut untuk bida digunakan sebagai pelarut flavonoid?
2. Berdasarkan artikel di atas untuk mengisolasi senyawa flavonoid adalah dengan
methanol-air. ekstraksi dilakukan dalam dua tahap. Yaitu dengan
metanol:air (9:1) dilanjutkan dengan metanol:air (1:1). Yang menjadi permasalahannya, mengapa pada proses isolasi senyawa flavonoid dilakukan dua tahap dengan perbandingan methanol-air yang berbeda? Apa pengaruh perbedaan perbandingan metanol:air (9:1) dan metanol:air (1:1) terhadap isolasi flavonoid?
3. Diketahui bahwa Senyawa Flavonoid merupakan senyawa yang tidak tahan panas, selain itu senyawa flavonoid juga mudah teroksidasi pada suhu yang tinggi. Namun, pada proses isolasi dilakukan proses penguapan yang mungkin bisa merusak struktur dari flavonoid itu sendiri.
bagaimana cara kita untuk menstabilkan flavonoid agar stabil terhadap
pemanasan pada setiap isolasi flavonoid?