I.
PENDAHULUAN
Dalam tumbuhan biasanya terdapat senyawa hidrokarbon dan hidrokarbon
teroksigenasi yang merupakan senyawa terpenoid. Kata terpenoid mencakup
sejumlah besar senyawa tumbuhan, dan istilah ini digunakan untuk menunjukkan
bahwa secara biosintesis semua senyawa tumbuhan itu berasal dari senyawa yang
sama. Jadi, semua terpenoid berasal dari molekul isoprene CH2==C(CH3)─CH==CH2
dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan 2 atau lebih satuan C5 ini.
Kemudian senyawa itu dipilah-pilah menjadi beberapa golongan berdasarkan jumlah
satuan yang terdapat dalam senyawa tersebut, 2 (C10), 3 (C15), 4 (C20), 6 (C30)
atau 8 (C40).
Momordica charantia banyak digunakan sebagai obat diberbagai negara
berkembang seperti, Brasil, Cina, Kolombia, Kuba, Ghana, Haiti, India,
Panama,dan Peru. Pengunaan Momordica charantia yang paling umum pada
negara-negara tersebut adalah sebagai obat penyakit diabetes, jantung dan sakit
perut. Di daerah tropis Momordica charantia digunakan sebagai pengobatan luka,
obat luar maupun diminum untuk menghindari infeksi dari cacing dan parasit.
Dengan berbagai khasiatnya banyak penelitian ilmiah yang mengkaji buah
pahit ini dari aspek farmakologisnya, tumbuhan ini juga telah dikaji secara
intensif dari aspek fitokimianya. Momordica charantia mengandung senyawa
metabolit sekunder diantaranya adalah senyawa metabolit sekunder turunan
terpenoid, floavonoid dan steroid. Senyawa-senyawa metabolit sekunder tersebut
berupa glikosida ataupun aglikon. Selain senyawa metabolik sekunder momordica
charantia pun mengandung senyawa fenolik seperti polifenol; senyawa asam lemak
yaitu asam butirat, asam palmitat, asam linoleat dan asam stearat; serta
mengandung protein.
II.
POKOK
PEMBAHASAN
A.
Isolasi
Bioaktif / Metabolit Sekunder
B.
Pemurniaan
/ Purification
C.
Elusidasi
/ Penentuan Struktur
D.
Uji Bioaktifitas
III.
PEMBAHASAN
A.
Isolasi
Bioaktif / Metabolit Sekunder
Untuk mengisolasi suatu senyawa kimia yang berasal dari bahan alam
hayati pada dasarnya menggunakan metode yang sangat bervariasi, seperti yang
diaplikasikan dalam proses industri. Metode pengempaan digunakan pada senyawa
katecin dari daun gambir juga isolasi CPO dari buah kelapa sawit.
Metode ini umum digunakan karena senyawa organik yang diperoleh
dengan kuantitas yang cukup banyak. Tetapi berbeda dengan senyawa bahan alam
hasil proses metabolit sekunder lainnya yang pada umumnya dengan kandungan yang
relatif kecil, maka metode-metode dalam proses industri tersebut tidak dapat
digunakan.
Berdasarkan hal diatas maka metode yang umum dalam isolasi senyawa
metabolit sekunder dapat digunakan. Metode standar laboratorium dengan
kuantitas sampel terbatas dan perlunya menentukan metode yang paling sesuai
dengan maksud tersebut.
Dari identifikasi awal, maka dapat diamati kandungan senyawa dari
tumbuhan sehingga untuk isolasi dapat diarahkan pada suatu senyawa yang lebih
dominan dan salah satu usaha mengefektifkan isolasi senyawa tertentu maka dapat
dimanfaatkan pemilihan pelarut organik yang akan digunakan pada isolasi
tersebut, dimana pelarut polar akan lebih mudah melarutkan senyawa polar dan
sebaliknya senyawa non polar lebih mudah larut dalam pelarut non polar.[1]
1.
Identifikasi Kandungan Kimia
Sebelum melakukan isolasi terhadap suatu senyawa kimia yang diinginkan
dalam suatu tumbuhan maka perlu dilakukan identifikasi pendahuluan kandungan
senyawa metabolit sekunder yang ada pada masing-masing tumbuhan, sehingga dapat
diketahui kandungan senyawa yang ada secara kualitatif dan mungkin juga secara
kuantitatif golongan senyawa yang dikandung oleh tumbuhan tersebut. untuk
tujuan tersebut maka diperlukan metoda persiapan sampel dan metoda identifikasi
pendahuluan dari senyawa metabolit sekunder, yaitu untuk mengetahui adanya
Senyawa Alkaloid dan Senyawa Terpenoid, steroid, fenolik, flavonoid dan
saponin.
2.
Ekstraksi dan fraksinasi
Secara umum ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari seluruh
bagian tunbuhan seperti bunga, buah, daun, kulit batang dan akar menggunakan
sistem maserasi menggunakan pelarut organik polar seperti metanol. Beberapa
metode ekstraksi senyawa organik bahan alam yang umum digunakan antara lain:
Maserasi, Perkolasi, Sokletasi, Destilasi Uap, Pengempaan.
Buah pare dipisahkan dari biji dan
dikeringkan, kemudian diblender menjadi serbuk, diekstrak menggunakan pelarut
methanol sebanyak 3X1 liter, kemudian filtrate disaring menggunakan corong Buchner,
lalu dipekatkan menjadi setengah volume awal. Ekstrak methanol yang telah
dipekatkan difraksinasi berturut-turut dengan heksan 3X50 mL dan etil asetat
3x10 mL setiap kali kali ekstraksi.
Sehingga diperoleh fraksi heksan etil
asetat dan methanol sisa. Masing-masing fraksi dipekatkan menggunakan alat rotary
evaporator. Dari tahap fraksinasi tersebut diperoleh fraksi heksan (4,1
gram; 8,2%), fraksi etil asetat (54 gram; 42,9 %), dan fraksi methanol-air (18
gram; 36%).[2]
B.
Pemurniaan / Purification
Proses pemisahan dan pemurnian bertujuan untuk mendapatkan senyawa
murni dari fraksi yang ada. Dimana dalam hal ini difokuskan pada pemisahan dan
pemurnian fraksi senyawa n-heksana saja.
Dalam proses pemisahan dan pemurnian ini di lakukan dengan metode kromatografi
kolom tetapi sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu analisis dilakukan
dengan kromatografi lapis tipis.
Pemisahan pertama dilakukan dengan menggunakan KVC, pelarut yang
digunakan merupakan pelarut organik yang ditingkatkan kepolarannya secara
gradien. Pada pemisahan ini digunakan pelarut n-heksan dan etil asetat.
Berdasarkan analisa kromatogram KLT fraksi heksana pada eluen heksana dan etil
asetat dengan beberapa komposisi perbandingan maka KVC dilakukan dengan
beberapa perbandingan yaitu 100% n-heksan sebanyak 2 kali :24:1 sebanyak 3 kali
: 21 : 4 sebanyak 4 kali ; 18:7 sebanyak 2 kali; 15 :10 sebanyak 2 kali ; 9:16
sebanyak 2 kali; 6:19 sebanyak 2 kali; 3:22 sebanyak 2 kali dan 100% asetat
sebanyak 2 kali dengan volume 50 mL setiap kali elusi. KVC fraksi heksan dengan
massa 4,1 gram menghasilkan 22 fraksi.
Fraksi yang memiliki pola kromatogram yang sama digabungkan hingga
mendapatkan 5 fraksi gabungan. Massa dari masing-masing fraksi tersebut adalah
fraksi A (1-4) sebanyak 838 mg, fraksi B (5) sebanyak 1.082 mg, fraksi C (6-7)
sebanyak 1.017 mg, fraksi D dan E (8-17) sebanyak 82 mg dan fraksi F (128-22)
sebanyak 91 mg. Fraksi-fraksi gabungan
dianalisis dengan KLT menggunakan eluen heksana : etil asetat dengan perbandingan 6 : 4.
Analisa kromatogram 24 fraksi yang diperoleh dari hasil KVC dapat
digabungkan berdasarkan kesamaan Rf menjadi 8 fraksi. Massa masing-masing
fraksi tersebut adalah fraksi C1 (1-6) sebanyak 15 mg, C7 (7) sebanyak 15 mg,
C2 (8-10) sebanyak 126 mg, C11 ( 11)sebanyak 117 mg, C3 (12-14) sebanyak 149
mg, C4 (15-19) sebanyak 188 mg, C20 (20) sebanyak 59 mg dan C5 (21-24) sebanyak
207 mg.
Hasil penggabungan fraksi dalam C2 dan C11 berbentuk kristal.
Rekristalisasi dilakukan dengan melarutkan fraksi kristal dengan metanol panas
yang kemudian didinginkan. Setelah didinginkan terbentuk kristal yang tidak
larut di dialam metanol. Kristal tersebut dipisahkan dengan menggunkan kertas
saring. Dengan menggunakan teknik pemurnian rekristalisasi
pada kedua difraksi tersebut didapat beberapa fraksi kristal. Fraksi-
fraksi tersebut diuji kemurniannya
dengan KLT dan dilihat pula kromtogramnya untuk mengetahui senyawa yang sama
atau tidak pada hasil kemurnian dengan rekristalisasi tersebut. Dari
fraksi-fraksi hasil diperoleh fraksi murni yakni C2 – 1 dan C11-2. Hasil
rekritalisasi kedua fraksi tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan
FT-IR dan NMR.[3]
C.
Elusidasi / Penentuan Struktur
1. Penentuan Sruktur Senyawa
-
Analisis Spektrum IR
Pada
fraksi C2-1, spectrum IR yang dihasilkan menunjukkan adanya pita serapan gugus
fungsi OH pada bilang gelombang 3423,4 cm-1 ; vibrasi ulur C-H sp3
pada bilangan gelombang 2933,5 cm-1 dan 2852,5 cm-1
; C=C pada bilangan gelombang 1627,9 cm-1 ; vibrasi tekuk CH3
pada bilangan gelombang 1449,4 cm-1. Bilangan gelombang tersebut
menunjukkan bahwa senyawa pada fraksi C2-1 merupakan senyawa
alifatik.
Pada fraksi C11-2, spectrum IR yang dihasilkan menunjukkan adanya pita
serapan gugus fungsi OH pada bilang gelombang 3433,1 cm-1 ; vibrasi
ulur C-H sp3 pada bilangan gelombang 2922,0 cm-1 dan
2852,5 cm-1 ; C=C pada bilangan gelombang 1627,8 cm-1 ;
vibrasi tekuk CH3 pada bilangan gelombang 1382,9 cm-1 ;
C-O pada bilangan gelombang 1041,5 cm-1. Bilangan gelombang tersebut
menunjukkan bahwa senyawa pada fraksi C11-2 merupakan senyawa alifatik dan
tidak terglukasi karena tidak menunjukkan adanya pelebaran puncak OH yang
menandakan senyawa yang terglukasi.
Dari hasil pengukuran IR pada kedua fraksi, dapat diduga kedua fraksi
terdapat senyawa yang sama, berdasarkan spectrum pada kedua senyawa terdapat
gugus-gugus yang sama dengan hal ini menunjukkan kedua fraksi memiliki pola
kromatogram yang mirip.
-
Analisis Spektrum NMR
Analisis spectrum NMR 1H
Analisis spectrum NMR 1H terhadap fraksi C11-2 dan C2-1 dilakukan untuk mengetahui
gambaran berbagai jenis atom hydrogen dalam molekul. Spectrum NMR 1H
senyawa dari fraksi C2-1 dan C11-2 memperlihatkan pada geseran 0,51-2,27 ppm
merupakan sinyal untuk H yang terikat dengan karbon sp3. Pada
geseran sekitar 3,34 ppm merupakan sinyal untuk H yang terikat dengan C
heteroatom atau lebih spesifik dengan C metoksil (C-O). dan pada geseran
4,63-5,15 ppm merupakan sinyal untuk H yang terikat dengan C ikatan rangkap.
Dari spectrum ini dapat disimpulkan bahwa senyawa yang berhasil di isolasi
merupakan senyawa alifatik dengan ikatan rangkap, memilki ikatan heteroatom,
dan tidak memilkii gugus karbonil.
Analisis Spektrum NMR 13C
Analisis spectrum NMR 13C dimaksudkan untuk menentukan
kerangka karbon yang dimilki oleh senyawa. Pada spectrum ini dapat diketahui
jumlah karbon dan jenis karbonnya (metal, metilen, metin, atau karbon
quartener).
Spectrum NMR 13C Decopling
Spectrum ini menunjukkan seluruh karbon yang terdapat di senyawa dengan
menghilangkan pengaruh atom tetangga (decopling) akan tetapi pada spectrum ini
tidaka ada pembeda untuk jenis karbonnya. Pada pengukuran NMR 13C
terlihat geseran spectrum dimulai dari geseran 11,8-147,70. Perhitungan jumlah
karbon berdasarkan analisis spekrum ini didapat jumlah karbon senyawa pada
fraksi C2-1 adalah 30.[4]
D.
Uji Bioaktifitas
Dipermukaan bumi ini terdapat ratusan ribu spesies yang
masing-masing berpotensi mengandung metabolit sekunder yang unik. Dengan
demikian jumlah senyawa metabolit sekunder pun menjadi sangat banyak. Di
antaranya ada yang mempunyai aktifitas biologis dan ada pula yang tidak aktif
biologis.
Untuk penapisan senyawa berkhasiat dari sumber alam maupun dari
bahansintetik yang jumlahnya ribuan
diperlukan suatu metode penapisan yang cepat dan akurat. Untuk mempersempit
jumlah bahan yang akan ditapis secara bioassay bisa juga dilakukan penapisan
etnofarmasi terlebih dahulu. Dalam hal ini bahan yang akan diuji hanyalah yang
secara tradisional digunakan oleh masyarakat sebagai obat.
Penemuan bahan berkhasiat dari bahan alam maupun dari perpustakaan
senyawa yang dihasilkan dari program "Combinatorial Chemistry"
memerlukan teknologi penapisan senyawa khasiat dan teknologi isolasi dengan
tuntunan uji bioekatifitas. Bioassay bisa dilakukan in vivo maupun in vitro.
Tetapi untuk penapisan senyawa dengan aktifitas tertentu diperlukan suatu
bioassay yang sederhana dan cepat sehingga dapat menapis banyak senyawa dalam
waktu yang lama dan tidak memerlukan banyak biaya. Untuk penapisan bahan
khasiat, dilakukan dengan dua kelompok assay yaitu selular dan molekular assay.
Uji bioaktifitas selular menggunakan sel utuh dengan target random yaitu apa
saja yang menghambat pertumbuhan sel. Sedangkan uji bioaktifitas molekuler
menggunakan sistem terisolasi seperti enzim, reseptor, DNA dan lain-lain dengan
target subseluler tunggal.
Dalam hal ini bioassay terhadap senyawa bahan alam dilakukan dengan
mengukur daya hambat senyawa terhadap aktifitas enzim farnesil transperase.
Prosedur bioassay dari senyawa alam
maupun sintetis sangat tergantung pada aktifitas biologis apa yang dicari atau
ditapis dari perpustakaan senyawa yang ada.
Bioassay sangat murah, mudah dan cepat merupakan pilihan untuk menapis
senyawa bahan alam, baik penapisan esktrak kasar maupun dalam penapisan
fraksi-fraksi sewaktu isolasi, diantaranya adalah :
1.
Aktivitas racun terhadap ikan (Piscidal Activity). Salah satu
bioassay berdasarkan brine shrimp bioassay. Tumbuhan yang mempunyai aktititas
racun bagi ikan juga ditemukaan mempunyai aktifitas lain seperti
insektisida, inhibitor pertumbuhan
tumbuhan, co-karsinogen atau irritant. Dalam hal ini, aktifitas piscidal
merupakan marker yang berguna untuk bioaktifitas lainnya.
2.
Aktifitas untuk menghambat
pertumbuhaaan mikroba seperti pada uji antimikroba dan anti jamur. Bioassay
untuk anti mikroba dapat dilakukan dengan menguji daya hambat pertumbuhan
mikroba dalam medium padat oleh senyawa yang diuji dan menguji daya
hambat senyawa uji terhadap enzim yang
berfungsi dalam sintesis protein, DNA atau dinding sel. Metoda yang paling sederhana adalah dengan melakukan uji daya
hambat senyawa uji terhadap pertumbuhan mikroba tersebut pada medium padat.
3.
Uji Antifeedant untuk mendeteksi dan mengisolasi senyawa metabolit
sekunder tumbuhan yang bersifat aktif biologis terhadap Serangga. ekstrak
tumbuhan yang diuji ditambahkan kedalam makanan serangga, kemudian beberapa
jenis serangga uji diberi makan dengan diet yang telah dicampur dengan ekstrak
uji dan kemudian serangga tersebut dianalisa.[5]
IV.
KESIMPULAN
Hasil
penelitian, isolasi dan karakterisasai senyawa turunan terpenoid dari fraksi
n-heksan Momordica charantia diperoleh senyawa murni yaitu fraksi C2-1
(24 mg) dan C11-2 (9 mg), yang memiliki karakter antara lain yaitu merupakan
senyawa alifatik yang memiliki ikatan rangkap (C=C) dan memiliki gugus OH. Dengan membandingkan data antara hasil
pengukuran dan pendekatan etnobotani, senyawa yang berhasil diisolasi tersebut
memiliki jenis kerangka triterpen aglikon kukurbitan yang tidak memiliki gugus
karbonil.
PERMASALAHAN:
Dari hasil isolasi senyawa turunan terpenoid dari Fraksi n-Heksan (Momordica charantia) pada artikel di atas dinyatakan bahwa senyawa yang berhasil diisolasi tersebut
memiliki jenis kerangka triterpen aglikon kukurbitan yang tidak memiliki gugus
karbonil. Yang menjadi permasalahannya, mengapa bisa diperoleh senyawa yang tidak memiliki gugus karbonil. Sedangkan terpenoid itu sendiri tersusun atas gugus-gugus hidroksil, karbonil serta gugus fungsi lainnya?
saya akan mencoba menjawab. dari kebanyakan literatur yang saya baca mengenai isolasi momordica charanta ini tidak menyebutkan alasan mengapa dapat dihasilkan senyawa triterpenoid yang tidak memiliki gugus karbonil. tapi menurut saya mungkin hal ini dikarenakan adanya kandungan kimia lain didalamnya sehingga mempengaruhi jalannya sintesis momordica charantia ini. seperti mengandung senyawa metabolit sekunder diantaranya adalah senyawa metabolit sekunder turunan terpenoid, floavonoid dan steroid. Senyawa-senyawa metabolit sekunder tersebut berupa glikosida ataupun aglikon. Selain senyawa metabolik sekunder momordica charantia pun mengandung senyawa fenolik seperti polifenol; senyawa asam lemak yaitu asam butirat, asam palmitat, asam linoleat dan asam stearat; serta mengandung protein.
BalasHapussemoga jawabanny benar :)
Saya sependapat dengan vivie, menurut saya pada saat terjadinya reaksi banyak yang dapat mempengaruhi jalannya reaksi salah satunya adalah pengaruh dari senyawa lain yang ikut serta dalam reaksi tersebut. Dan hal lain yang mungkin dapat terjadi adalah menguapnya gugus karbonil. Karena secara kimia gugus karbonil memiliki sifat cenderung mudah menguap. Mungkin hal inilah yang menyebabkan hasil dari reaksi tersebut tidak memiliki gugus karbonil.
BalasHapus